NIAT BAIK

JUJUR

AMANAH

IKHLAS

Kamis, 08 Maret 2012

Pendekatan Change Management Dalam penataan Kembali Tata Kelola Pulau-pulau Kecil Terluar: Penguatan Kedaulatan dan Stabilitas Nasional

www.tnial.mil.id
  Latar Belakang


REPUBLIK Indonesia merupakan negara kesatuan dengan lebih dari 17.504 pulau dan diyakini masih ada pulau-pulau yang belum diketahui. Pulau pulau tersebut terpisahkan oleh perairan (laut) yang amat luas, dengan 5,8 juta
km persegi atau dengan kata lain tiga kali lebih luas daratan. Wajar jika kemudian
Indonesia dijuluki negara maritim terbesar di dunia. Namun sebutan ”Negara Maritim” tersebut tidak tercermin dari kegiatan penduduknya, yang amat sedikit
berorientasi ke laut.
Padahal jika meruntun sejarah, bangsa ini pernah besar di masa Sriwijaya dan Majapahit dengan armada laut terkuat di kawasan nusantara. Sejarah kehidupan manusia di muka bumi ini pun tidak dapat dilepaskan dari perairan (laut), tetapi anehnya perairan (laut) selalu dipandang sebagai sumber kehidupan kedua setelah daratan.
Indonesia yang dikenal sebagai kawasan dengan kepulauan dan perairan laut memiliki sumber ketetapan yang jelas mengenai pengakuan wilayah perairan. Deklarasi Djoeanda (1957) yang berisikan tentang konsepsi negara
Nusantara yang diterima masyarakat dunia dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), United Nation Convention on Law of the Sea (UNCLOS) 1982, yang menyatakan wilayah laut Indonesia. Ironisnya, Pulau Sipadan dan Ligitan jatuh menjadi bagian dari negara Malaysia dengan putusan legal dari Mahkamah Internasional, yang kemudian disusul dengan sengketa di Perairan Ambalat.
Kedua hal ini muncul disaat pemerintah sedang mengupayakan proses
perubahan paradigma yang tidak hanya meletakkan daratan sebagai pokok pembangunan. Namun disatu sisi, peristiwa tersebut memberikan hikmah positif bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan kepedulian nasional mengenai urgensi penataan dan pemeliharaan terhadap batas wilayah serta pembangunan di daerah-daerah di kawasan perbatasan terutama isu pengelolaan pulau-pulau kecil terluar.

Selama ini, perhatian dan kepedulian pemerintah pusat terhadap pembangunan di kawasan pulau-pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga masih sangat rendah. Dikarenakan oleh kendala keterbatasan
anggaran serta lebih riuh rendahnya gemuruh perpolitikan di tingkat pusat membuat daerah-daerah perbatasan
seolah ‘wilayah tak bertuan’. Penduduk di wilayah perbatasan lalu menjadi ‘terasing dari negerinya sendiri’ dan memang secara politis maupun juga ekonomis dari komunikasi menjadi terisolir. Realitas faktual ini – terutama kasus Ambalat mendorong dan menggerakkan kemauan politik (political will) yang lebih kuat dan terarah dari
Pemerintah RI untuk secara riil, koordinatif dan terfokus semakin memberikan aksentuasi pada pembangunan dan pengawasan di wilayah perbatasan, termasuk dan terutama di kawasan yang oleh karena suatu faktor atau beberapa
faktor tertentu dapat menjadi ‘lahan perebutan’ antar negara. Sebutlah, misalnya karena di wilayah tersebut terkandung deposit minyak atau sumber daya alam lainnya yang melimpah namun belum sempat tersentuh serta belum dapat digali dan dikelola. Kurangnya kemampuan pemerintah pusat membangun
dan mengawasi wilayah perbatasan RI menjadi salah satu kelemahan fundamental yang mengakibatkan mudahnya terjadi tindak pencurian ikan (illegal fishing) ataupun pencurian dan penyelundupan kayu (illegal logging)
serta berbagai kekayaan Indonesia lainnya. Dari perspektif sosial-politik, hal ini sesungguhnya mencerminkan bahwa
kedaulatan kita atas negara/wilayah sendiri masih sangat rapuh dan rentan,sehingga memungkinkan terjadinya pelanggaran perbatasan bahkan yang lebih merugikan lagi ’pencaplokan wilayah perbatasan’ sebagaimana yang nyaris terjadi di Ambalat.



Wilayah laut sebagai salah satu batas suatu negara, sangat begitu rentan
terhadap gangguan yang bisa berdampak dengan goyahnya kedaulatan suatu
negara. Tanpa disadari wilayah perbatasan laut merupakan beranda depan
keseluruhan wilayah negara. Sebagai beranda depan, maka sudah barang tentu
perbatasan merupakan daerah yang mudah diakses oleh negara-negara yang
berbatasan, sehingga secara otomatis wajar bila wilayah ini yang paling rentan
terhadap pengaruh dari luar baik dalam bentuk ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya dan Hankam.
Berbagai permasalahan atau pun konflik sering muncul di perbatasan
laut, mulai dari masalah lintas transit dan hak kapal-kapal asing melalui laut-laut
Indonesia yang begitu luas, penyelundupan baik itu penyelundupan barang
konsumsi, Jatri dan narkoba, dan juga penyelundupan manusia. Perampokan
bersenjata di laut, Illegal fishing, hingga klaim dan pendudukan wilayah. Belum
lagi adanya 12 pulau terluar yang kondisinya sangat rawan penguasaan oleh
pihak asing.
Untuk pulau-pulau terluar, pengamanan selama ini lebih banyak ditujukan
kepada usaha simbolis seperti pemberian nama, daripada usaha membangun
daerah dan pulau-pulau perbatasan dan memasukkan mereka ke dalam main
stream kehidupan ekonomi dan politik Indonesia secara keseluruhan. beberapa
kasus Timor Gap, Natuna (sengketa landas kontinen antara Indonesia dan
Vietnam), Sipadan Ligitan, Ambalat, dan Karang Unarang. Kondisi yang telah
terjadi mengisyaratkan bahwa kedaulatan wilayah laut adalah wajib untuk
dikuatkan. Semua hal tersebut dikarenakan lemahnya dalam pengelolaan
(manajemen). Guna memberikan kekuatan terhadap beberapa kepentingan
dalam pengelolaan, maka diperlukan perubahan pengelolaan yang berorientasi
pada pencapaian tujuan, yaitu penguatan kedaulatan dan stabilitas nasional.
Oleh sebab itu, pada karya tulis ini dikaji bagaimana penerapan change
management dalam penataan kembali tata kelola pulau-pulau kecil terluar.


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pemikiran yang ada maka rumusan
masalah pada penelitian ini diarahkan untuk mengungkapkan pola pengelolaan
baru dengan sesuai dengan keterbutuhan pulau-pulau kecil terluar. Sehingga
dirumuskanlah sebagai berikut, Bagaimana pendekatan change management
dalam penataan kembali tata kelola pulau-pulau kecil terluar, dalam rangka
penguatan kedaulatan dan stabilitas nasional.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah mengetahui bagaimana
pengelolaan baru dengan pendekatan change management dalam penataan
kembali tata kelola pulau-pulau kecil terluar sehingga terciptanya kondisi
stabilitas nasional dan penguatan terhadap kedaulatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Tujuan lain dari penulisan ini, ialah memberikan sumbangan
pemikiran berupa solusi terhadap problematik bangsa yang selalu muncul
terutama dalam pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dan menjadi bagian
penting pada proses penguatan kedaulatan kewilayahan dan stabilitas nasional.
Adapun manfaat dari penulisan karya tulis ini adalah:
1. Memberikan alternatif pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dengan
pendekatan change management melalui pengelolaan yang merubah dan
menggantikan cara pandang terhadap metode pengelolaan lama.
2. Memberikan kerangka konseptual dan solusi dalam penataan kembali
pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dengan pelibatan seluruh pemangku
kepentingan sehingga terciptanya kedaulatan dan stabilitas nasional.



1.4 Metode Penulisan

Metode yang akan digunakan pada penulisan ini adalah metode
penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Pendekatan
deskriptif dipilih sebagaimana dikemukan oleh Moleong (1989) bahwa penelitian
kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia
sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, mengandalkan analisis
data secara induktif, mengarahkan sasaran penelitiannya pada usaha
mengemukakan teori dari dasar, bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses
daripada hasil, membatasi studi dengan fokus, memiliki seperangkat kriteria
untuk memeriksa keabsahan data.
Dasar teoretisnya bertumpuan pada pendekatan fenomenologis, interaksi
simbolik, dan etnometodologis. Pendekatan fenomenologis berusaha memahami
subjek dari segi pandangan. Interaksi simbolik mendasarkan diri atas pengalaman
manusia yang ditengahi dengan penafsiran; segala sesuatu tidak memiliki
pengertian sendiri-sendiri, sedangkan pengertian itu dikenakan padanya oleh
seseorang sehingga dalam hal ini penafsiran menjadi esensial.
Sehingga secara kongrit, penulisan ini mengungkapkan fenomena
pengelolaan pulau-pulau kecil terluar yang selama ini masih belum
memaksimalkan potensi dan segala macam nilai-nilai strategis pulau tersebut
sehingga digantikan dengan pola pengelolaan baru melalui pendekatan change
management.
Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa bahan rujukan
berasal dari buku, majalah, jurnal ilmiah dan pustaka yang berhubungan dengan
masalah penulisan. Disamping itu, memanfaatkan juga data telaah dokumentasi.
Dari bahan ini, kemudian diuraikan masalah dan pembahasan masalah penulisan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar